Efek Abu Vulkanik Bagi Kesehatan Manusia
- ilustrasi/admin(KOMPAS.com/RMY)
Letusan
gunung berapi sangatlah besar pengaruhnya bagi kehidupan manusia, baik
dari segi financial, ekonomi, sosial, sampai pada kesehatan. Secara
umum, asap, abu, dan gas yang dihasilkan oleh letusan tersebut
memberikan dampak negatif bagi manusia, salah satunya bagi kesehatan
manusia. Memang, abu gunungapi tidak menyebabkan masalah kesehatan dalam
jangka waktu lama, namun reaksi akut terhadap abu tersebut sudah cukup
mengkhawatirkan. Orang-orang dapat menjadi lebih takut terhadap bahaya
abu dan gas gunungapi terhadap kesehatan daripada risiko kematian akibat
bahaya primer letusan gunung api.
Paru, mata, dan kulit merupakan organ yang
paling terganggu akibat abu gunung api. Seseorang dapat mengalami luka
bakar, cedera karena terjatuh/terpeleset, atau penyakit infeksi dan
pernapasan. Berikut adalah penuturan spesifik mengenai pengaruh abu
vulkanik bagi kesehatan manusia dan bagaimana cara meminimalisir dampak
abu tersebut bagi kesehatan manusia.
Gangguan pernafasan akut
Dari
semua gangguan yang ditimbulkan abu terhadap kesehatan, gangguan
pernafasan merupakan salah satu dampak yang paling utama dari abu
vulkanik. Iritasi hidung dan tenggorokan, batuk, bronkitis, sesak napas,
hingga penyempitan saluran napas yang dapat menyebabkan kematian
mungkin terajdi. Gangguan pernafasan harus cepat ditangani, karena nafas
adalah salah satu hal vital ynag menunjang hidup manusia. Dari
penelitian yang dilakukan terhadap 12 letusan gunung berapi pada kurun
waktu 10 tahun di dunia, salah satu penyebab kematian dari korban
bencana letusan adalah kesulitan bernafas yang sangat parah.
Gangguan tersebut dapat terjadi karena debu bersifat korosif. Partikel
abu yang sangat halus (kurang dari 10 mikron) sangat mengganggu
pernafasan, khususnya bagi mereka yang sudah memiliki permasalahan
paru-paru. Para penderita gangguan pernafasan, mempunyai riwayat
gangguan pernafasan, dan sedang mengalami gangguan jantung adalah mereka
yang paling berisiko. Selain itu, paparan debu sangat berbahaya bagi bayi, anak-anak, warga usia lanjut dan orang dengan penyakit paru kronis seperti asma.
Beberapa gejala gangguan pernafasan yang sering dilaporkan masyarakat sepanjang hujan abu adalah sebagai berikut :
- iritasi hidung dan hidung berair
- iritasi dan radang tenggorokan, terkadang disertai batuk kering
- simptom bronkitis akut (batuk parah, produksi riak yang berlebihan, bunyi nafas seperti menderita asma, dan sesak nafas) pada orang dengan riwayat penyakit paru sebelumnya (asma, penyakit paru kronik, ataupun perokok dalam jangka waktu lama)
- ketidaknyamanan dalam bernafas, akibat kontraksi saluran pernafasan untuk mengeluarkan abu yang masuk
- jelaga yang masuk ke saluran pernafasan dapat mempersempit saluran pernafasan dan menyebabkan reaksi radang.
Berat
ringannya gejala yang ditimbulkan akibat menghirup abu gunung api
bervariasi. Konsentrasi partikel di udara, proporsi partikel halus dalam
abu, frekuensi dan lama pemaparan, kondisi awal kesehatan dan
penggunaan peralatan pelindung pernafasan yang kompatibel ikut
mempengaruhi tingkat gejala.
Sebenarnya,
gejala di atas tidak menyebabkan gangguan jangka panjang bagi orang
yang tidak menderita penyakit paru. Tetapi lain halnya jika di dalam
abu terkandung silica, yang dapat menyebabkan penyakit silikosis. Silika
adalah unsur utama dari pasir, sehingga pemaparan biasanya terjadi pada
buruh tambang logam, pekerja pemotong batu dan granit, pekerja
pengecoran logam, dan pembuat tembikar. Namun gejala baru timbul jika
terjadi setelah pemaparan selama 20-30 tahun. Pada letusan
gunung berapi, jika abu tersebut mengandung silika, maka kadar silika
yang dihasilkan sangat tinggi. Akibatnya, gejala dapat timbul dalam
waktu kurang dari 10 tahun.
Gangguan pada mata
Selain
pada pernafasan, abu gunung berapi memiliki pengaruh terhadap kondisi
mata. Abu gunung berapi memiliki butiran yang tajam, sehingga dapat
menimbulkan gangguan pada mata. Masuknya benda asing pada mata,
konjungtivitis (radang pada konjungtiva), abrasi kornea (goresan pada
kornea) menjadi variasi dari gangguan pada mata akibat abu gunung
berapi. Umumnya, penduduk yang terkena abu vulkanik cenderung mengalami
iritasi dan gangguan mata ringan sepanjang hujan abu. Gejala umum pada
mata yang sering dialami adalah :
- Sensasi adanya benda asing yang masuk ke mata
- Mata yang sakit, perih, gatal atau kemerahan
- Mengeluarkan air mata dan kotoran mata yang lengket
- ·Kornea lecet atau tergores
- ·Radang akut pada konjungtiva mata atau pembengkakan kantong mata sekitar bola mata sehingga mata menjadi merah, sangat sensitif terhadap cahaya, dan adanya sensasi terbakar pada mata.
Sejauh
ini, tidak pernah ada laporan mengenai efek jangka panjang dari abu ini
terhadap mata. Seperti yang dicatat pada tahun 1980 dari erupsi Gunung
St.Helens, sekitar 4-8% populasi mengalami iritasi mata, tetapi hanya 1
dari 10 orang yang memerlukan tindakan medis lebih lanjut. Satu
hal yang perlu diperhatikan untuk kesehatan mata ketika terjadi letusan
gunung berapi. Gunakan kacamata alih- alih lensa kontak untuk mencegah
lecetnya kornea.
Iritasi pada kulit
Gangguan
ringan pada kulit terkadang ditemukan sepanjang hujan abu, namun sejauh
ini, belum pernah ada pelaporan tentang efek jangka panjang dari
pengaruh debu terhadap gangguan kulit. Abu gunung api dapat menyebabkan
iritasi kulit untuk sebagian orang, terutama ketika abu gunung api
tersebut bersifat asam.
Gejala yang umum terjadi akibat abu gunung berapi adalah :
- Iritasi kulit yang ditandai dengan kulit menjadi merah dan gatal.
- Infeksi pada kulit akibat garukan.
- Luka bakar, mulai dari derajat ringan sampai berat. Pada beberapa keadaan, luka bakar dapat terjadi pada hampir seluruh tubuh. Dalam kondisi tersebut, seseorang harus segera ditangani karena nyawanya dalam keadaan kritis.
Efek mekanikal
Efek
mekanikal yang terjadi dapat berupa runtuhnya atap rumah atau
kecelakaan di jalan raya. Atap bisa runtuh karena beban berat dari abu,
apalagi jika abu tersebut basah dan bangunan tidak dibangun untuk
menyangga beban berat. Atap yang runtuh menyebabkan orang yang tertimpa
mengalami luka, bahkan meninggal seketika. Luka yang terjadi dapat
berupa patah tulang, luka memar, luka robek, dan perdarahan yang
memerlukan tindakan medis lebih lanjut.
Selain
atap rumah yang runtuh, efek mekanikal lain yang dapat terjadi adalah
kecelakaan di jalan raya. Kecelakaan dapat terjadi akibat berkurangnya
jarak pandang akibat abu gunungapi yang menutupi lapang pandang. Bahaya
ini diperparah oleh jalan yang ditutupi oleh abu dan jalanan yang licin
akibat abu yang basah.
PROTEKSI DAN PERTOLONGAN PRAKTIS TERHADAP ABU VULKANIK
Setelah
mengetahui apa saja yang terjadi pada kesehatan manusia saat mengalami
bencana letusan gunung berapi, tentunya dapat ditindaklanjuti dengan
tindakan proteksi. Selain proteksi, pengetahuan mengenai pertolongan
praktis dan efektif diperlukan agar dapat diterapkan jika memang ada
yang mengalami gangguan tersebut.
Gangguan pernafasan akut
Tentu
cara yang paling mudah untuk memproteksi jalan pernafasan adalah dengan
menggunakan masker, yang dirancang sedemikian rupa sehingga mampu
menyaring debu yang paling kecil sekalipun (kurang dari 10 mikron).
Masker jenis tersebut sudah disetujui dan direkomendasikan oleh International Volcanic Health Hazard Network (IVHHN). Masker tersebut harus mampu memberikan perlindungan yang memadai dan sesuai dengan peralatan pelindung lainnya yang dikenakan pada saat yang sama. Selain itu, masker tersebut harus dipakai secara tepat agar sepenuhnya efektif.
Masker yang direkomendasikan
Tidak
ada rotan, akar pun jadi. Jika masker layak pakai tidak tersedia, maka
dapat digunakan sapu tangan,kain, atau pakaian yang setidaknya dapat
menghalangi debu berukuran besar yang bisa mengiritasi tenggorokan dan mata. Merendam kain dengan air dapat meningkatkan efektivitas ‘masker sederhana’ tersebut. Bagi keluarga yang memiliki anak-anak sebaiknya sediakan masker khusus untuk anak-anak. Selain itu, anak dilarang bermain di luar untuk meminimalkan paparan.
Pasien dengan bronkitis kronis, emfisema, dan asma disarankan untuk tinggal di dalam dan menghindari paparan abu yang tak perlu. Perlu juga dilakukan pencegahan abu untuk masuk ke rumah, dan membasahi abu dalam rumah bila memungkinkan untuk mencegah pergerakan abu. Bila
sudah mengalami gangguan seperti serangan asma akut atau sesak nafas,
sebisa mungkin segera hubungi paramedik yang tersedia agar mendapatkan
bantuan medis lebih lanjut. Bagi pasien yang memang memiliki riwayat
asma, sediaan inhaler yang berisi obat asma tentunya dapat menolong.
Gangguan pada mata
Pada
lingkungan yang penuh abu, melindungi mata dengan google atau
kacatamata dapat membantu melindungi mata dari iritasi. Sekali lagi
ditekankan, jangan memakai lensa kontak saat kejadian seperti ini.
Iritasi kulit
Gunakan
pakaian pelindung yang dapat memproteksi kulit dari abu gunung berapi.
Pakaian pelindung yang ideal adalah yang menutupi seluruh tubuh dan
terbuat dari bahan dengan pori-pori sangat kecil atau rapat, sehingga
abu yang berukuran kecil tidak mengenai kulit . Selain itu, pakaian
tersebut tidak boleh menghambat pergerakan saat evakuasi.
Jika
terjadi luka bakar, segera bungkus luka bakar tersebut dengan kain
kering. Tidak dianjurkan memakai odol atau mentega pada luka bakar
karena justru dapat memperparah luka bakar dan memperlambat penyembuhan.
Gelembung yang timbul pada luka pun tidak boleh dipecahkan, karena jika
dipecahkan, dapat mengarah pada infeksi sekunder.
Efek mekanikal
Pada
gangguan mekanik, pastikan atap bangunan Anda cukup kuat untuk menahan
abu. Jika terjadi luka atau patah tulang pada orang sekitar, dapat
diberikan pertolongan sementara sambil menunggu bantuan datang. Pertolongan
pertama pada luka robek adalah menutup luka dengan kain bersih agar
tidak terjadi infeksi . Pada perdarahan, tidak disarankan untuk
mengikat perdarahan, tetapi cukup membalutnya dengan kain kering dan
bersih. Untuk patah tulang, segera fiksasi bagian yang
patah dengan sepasang papan atau benda lain yang keras dan papan
tersebut segera dililitkan agar dapat menyangga. Jangan mengurut bagian
tubuh yang mengalami patah tulang karena letak tulang dapat semakin
bergeser, sehingga menyulitkan proses penyembuhan.
Cara fiksasi pada kasus patah tulang
Jika
memang perlu berkendara saat terjadi hujan abu, jaga jarak antar
kendaraan sehingga meminimalisir kemungkinan terjadinya kecelakaan.
Disarankan juga untuk mengendarai mobil dengan kecepatan lambat sehingga
kemungkinan tabrakan antar kendaraan lebih kecil.
Demikianlah
efek abu vulkanik bagi kesehatan manusia. Tentunya dengan pengetahuan
sederhana ini, masyarakat sudah siap melindungi diri sendiri ketika
terjadi letusan gunung berapi, walaupun tentunya kejadian ini tidak
diharapkan.
Dolor sit amet, consetetur sadipscing elitr, seddiam nonumy eirmod tempor. invidunt ut labore et dolore magna aliquyam erat, sed diam voluptua. Lorem ipsum dolor sit amet, consetetur sadip- scing elitr, sed diam nonumy eirmod tempor invidunt ut labore et dolore magna aliquyam erat, sed diam voluptua. Lorem ipsum dolor sit amet, consetetur sadipscing elitr, sed diam nonumy eirmod tempor invidunt ut labore et dolore magna aliquyam erat, sed diam voluptua. Lorem ipsum dolor sit amet, consetetur.
0 komentar:
Posting Komentar
Terima Kasih Karena Telah Berkomenar Dengan Baik